Probabilitas 360°

Dunia pernah berputar dengan begitu menyenangkan untuk waktu yang lama. Hari-hari yang tidak lagi sepi untuk tiap waktunya. Terbiasa ramai untuk waktu yang lama hingga terfikir bahwa selama ini yang dibutuhkan adalah ramai seperti ini. Lalu ternyata benar kata pak Sapardi Djoko Damono, yang fana adalah waktu. Hari-hari terbaik itu, ternyata hanyalah sebuah kefanaan saja. Hanya saja diri terlarut terlalu dalam di sebuah kefanaan tersebut. Memanipulasi diri dengan senang yang ternyata hanya sesaat.

Dunia menjadi bergerak dengan sangat lamban, merangkak sejengkal demi sejengkal. Memberikan waktu untuk diri menepi dari ramai yang pernah menyenangkaan tersebut. Memberi jarak untuk kemudian berfikir dan mengevaluasi. Bagian mana yang tertinggal, bagian mana yang salah atau bagian mana yang tidak tepat.

Mungkin saja, hidup akan tidak menjadi menyenangkan lagi jika selalu menyenangkan dan ketidaksenangan akan menjadi menyenangkan. Lagi-lagi jarak untuk berfikir menjadi penting. Kecewa terhadap hari-hari yang ternyata fana tersebut menjadi pelajaran penting. Bahwa memang sejak awal tidak ada jawaban adalah jawaban tidak, bukan belum. Dan jawaban iya memiliki kesempatan berubah menjadi tidak. Kesempatan setiap kejadian dapat terjadi dalam satu waktu, sangat besar. Karna mungkin memang seperti itu seharusnya. Ada hidup yang baru namun secara bersamaan juga ada hidup yang lain berhenti dan mencari jalan yang lain.

Dunia tidak pernah benar-benar menyenangkan, karena hanya fana. Kesempatan untuk senang dan sedih selalu menjadi imbang. Yang selalu menjadi pasti adalah, setiap kejadian sangat erat terkait dengan waktu, juga adalah fana. Maka, senang adalah fana, sedih adalah fana, dan kecewa juga adalah fana. Semua hal selalu menjadi seimbang dengan caraNya.

Singkatnya, seseorang pernah berkata kira-kira begini “probabilitas hidup itu 360°, perputarannya tidak terbatas”. Ada benarnya.

Komentar