Kompilasi Sore Hari

Sore itu sepulang kerja, di dalam bus trans jakarta. Aku duduk sendirian. Hari ini tidak begitu penuh, biasanya akan sangat penuh hanya di hari senin dan rabu. Langit Jakarta menjingga sangat indah ketika ditambah dengan tumpukan awan yang seperti menggulung langit. Matahari diujung sana telah berada diantara tingginya gedung-gedung pencakar langit. Sore yang sama seperti biasanya. namun terkadang karena hal yang terlalu sama inilah, kompilasi kejadian seperti menjadi satu anyaman cerita saja. Aku mulai tersenyum ketika mengingat satu dua kejadian lalu memahami. Fikiranku mengawang mulai menjauh. Beberapa tahun lalu mungkin aku tidak paham apa maksud dari sebuah kejadian, atau sebuah masalah yang tanpa ada ujung kesimpulannya. Namun, beberapa hal menjadi jelas saat ini. Bahwa, tidak semua masalah harus ada penyelesaiannya. Neberapa hal memang tidak ada jawabannya, beberapa lagi mendapat kesimpulan. 

Document pribadi

Document Pribadi

Fikiranku mengawang pada kumpulan kejadian dulu sekali. Dunia benar-benar kejam dan bijak dalam satu waktu. Bagaimana bisa memberikan sebuah pelajaran tanpa permisi, dan meninggalakn pelajaran sampai sedalam adanya. "Mungkin, jika hal itu tidak terjadi, aku tidak bisa menikmati pemandangan indah sore hari". mereka benar dan juga salah dalam satu waktu dengan dua konteks berbeda. Benarlah, jika hidup memang sangat indah untuk dilihat dan dinikmati. Tidak ada yang bisa mengalahkan pemandangan tersepele sekalipun dan tidak ada yang bisa mengalahkan hangatnya kehidupan. Lalu merekapun salah. Bahwa hidup yang indah dan nikmat tidak pernah ada bila tanpa adanya upaya. Gedung yang tinggi diupayakan dengan cara dibangun oleh para kuli bangunan, susah payah. Lalu dinikmati oleh para karyawan gedung dan pejalan kaki yang hanya melintas. Aku pernah mendengar sebuah nasihat "hidup ini +1 dan -1 yang apabila dijumlahkan hasilnya 0". Benar juga, hidup ini memang 0 adanya, benar-benar hanya fana. Tidak pernah kekal.


Fikiranku mengawang lagi kesalah satu sudut terkejam dari diriku sendiri. Aku pernah menonton sebuah film yang berjudul "Little Women" dimana adik Jo memilih jalan yang berbeda dan ekstrem dari Jo. Lalu tanpa sadar Jo merendahkan mimpi adiknya dan adiknya berkata "hanya karna mimpi dan tujuanmu berbeda dariku, bukan berarti mimpi dan tujuanku salah dan tidak layak". Aku kemudian tersadar dari beberapa egoku yang belum tuntas dan mungkin telah sampai egoku kepada beberapa orang. 


Aku tersenyum lagi ketika menyadari kompilasi hal kecil yang mengganggu dan tak nyaman, lalu menarik kesimpulan "oohh iya juga ya, pantas saja, aku salah ternyata selama ini". Bus trans terasa sangat hangat setiap kali sebuah pemahaman muncul. Kini, matahari sudah berada dikaki gedung. sebentar lagi tenggelam. halte tujuanku telah sampai, aku kemudian segera turun dan menuruni jembatan penyebrangan. Tidak lupa, sekantung kresek berisi buah-buahan dan nasi kotak yang sudah kubawa sejak dari kantor memang sudah kuniatkan untuk diberikan kepada pengemis di jembatan penyebrangan. Pengemis itu tinggal sendirian di dekat halte. Ada sebuah tanah tidak terpakai milik pemerintah dan dia membuat gubuknya sendiri disana. Aku pernah melihatnya keluar dari gubuk sendirian saat berangkat subuh karna dinas keluar. Terkadang bahkan jika aku sudah lama tidak pulang di jam yang sama, atau lebih malam dan si bapak memang sudah pulang atau pindah tempat. Dia akan bertanya dihari berikutnya "kemana aja dek, semoga sehat" aku hanya tersenyum. Kami tidak dekat namun ada sebuah "benang terikat" yang tanpa sengaja ada.


Sebentar lagi langit sempurna menjadi gelap. Aku sudah sampai dikamar kosan setelah menaiki ojek online dan bersiap untuk kuliah malam. Bukankah memang sudah seharusnya aku mulai menyibukkan diri ketika patah sudah tidak bisa direkatkan lagi. Lalu aku benar-benar sangat sibuk hingga bebas saat itu. Memaafkan banyak hal adalah pengalaman yang paling memakan banyak sekali waktu. 

Komentar